Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, menyatakan mendukung sepenuhnya kebijakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dengan mempertahankan Total Fertility Rate (TFR) di angka 2,1. “Kita mendukung sekali, setiap kita ada meeting G20, banyak kepala negara yang sekarang concern , karena penduduknya menua, tidak produktif, dan populasinya menurun. Sehingga negaranya tidak bisa tumbuh. GDP nya tuh nggak bisa tumbuh di atas 4 persen per tahun," ujar Menkes dalam pernyataannya saat acara High Level Meeting Komite Kebijakan Sektor Kesehatan Triwulan II di Yogyakarta, Senin (8/7/2024). Menurut Menkes, apabila negara kita ingin mengejar supaya jadi negara maju, pertumbuhan GDP nya harus cukup tinggi.
Nah , jumlah usia produktif tinggi. Itu perhitungan beliau (BKKBN) (di mana) total fertility rate nya harus 2,1 minimal. Kalau turun di bawah itu tapi kita belum menjadi negara maju, akan lebih sulit untuk mencapai ke sana,” kata Menkes Budi Gunadi. Menkes juga mengatakan, pertemuan triwulanan ini adalah upaya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kesehatan antar kementerian, lembaga dan pihak terkait. “Di Undang undang Kesehatan ada Komite Kebijakan Sektor Kesehatan di mana kita diminta untuk bisa lebih mengintegrasikan rencana, kebijakan, monitoring dan evaluasi dari kebijakan yang dibuat,” ujar Menkes.
Ia mengungkapkan, pertemuan ini adalah kali ketiga untuk mencari bentuk, menjalin komunikasi, dan juga saling mengenal satu sama lain antar kementerian dan lembaga di bidang kesehatan. SMKN 1 Batam Juara UT Batam High School Futsal Championship 2023 Indonesia Sudah 6 Kali jadi Tuan Rumah KTT ASEAN, Ini Rinciannya
Persiapan Kaltim jadi Tuan Rumah Hari Kearsipan Nasional 2024 Yogyakarta Siap Jadi Tuan Rumah Pertemuan Perdana ASEAN Village Network Makassar Didapuk Jadi Tuan Rumah Forum Pembangunan Inklusif Disabilitas ASEAN
Kota Makassar Jadi Tuan Rumah Forum Pembangunan Inklusif Disabilitas ASEAN Batam Jadi Tuan Rumah 50th ARTDOInternational World Conference “Saya merasa sudah tiga kali integrasinya sudah jalan. Jadi, saya harapkan kedepannya semua permasalahan di sektor kesehatan kita bisa didiskusikan bareng bareng, nggak sendiri sendiri. Sehingga bisa saling sinergi,” tambahnya.
Pada acara tersebut juga ditandatangani Kesepakatan Bersama Komite Kebijakan Sektor Kesehatan antara Kementerian Kesehatan, BPJS, BPOM, dan BKKBN tentang Integrasi Service Delivery dan Interoperabilitas Data Bidang Kesehatan. “Ketahuan di BPJS misalnya sakitnya apa, di kita datanya ada, nah itu bisa diintegrasi. Kita (Kemenkes) punya data ibu anak, beliau (BKKBN) ada data ibu anak, itu bisa diintegrasi. Sehingga teman teman daerah nggak usah data entrynya dua kali. Dan datanya jadi lebih bagus kualitasnya karena data yang dari beliau (BKKBN),” kata Menkes. Sementara itu, Kepala BKKBN, dokter Hasto menjelaskan tugas lembaga yang dipimpinnya diantaranya adalah peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.
“Yang ada irisannya dengan kerja BKKBN saya kira kualitas SDM melalui keluarga,” ujar dokter Hasto. Hasto mengungkapkan, BKKBN dalam pertemuan akan mendiskusikan bersama Kemenkes, BPJS dan Badan POM tentang Keluarga Berencana(KB), pelayanan terkait dengan stunting, dan juga integrasi dengan BPJS dan Badan POM. Menanggapi isu viral satu perempuan melahirkan rata rata satu anak perempuan agar penduduk tumbuh seimbang terjaga, dokter Hasto mengatakan hal tersebut bukan mewajibkan.
“Kalau depan rumah punya anak perempuannya dua, belakang rumah nggak punya anak perempuan no problem. Jangan dipelintir ya, tapi rata rata,” ujarnya. “Di kampung ada perempuan 10. Mestinya besok pada generasi berikutnya minimal juga ada perempuan 10. Tapi rata rata kan ini. Karena tugas kita menjaga agar pertumbuhan penduduk seimbang,” tambah Dokter Hasto. Ia juga ungkap ancaman minus growth di beberapa kota dengan total fertility rate di bawah 2,1.
“Yogya rata rata melahirkannya sudah di bawah 2. Yogya ini sudah 1,9. Makanya hati hati daerah daerah tertentu seperti DKI, Bali, DIY bisa mengalami minus growth,” tegas Hasto. Hal ini, menurutnya, karena rata rata pendidikan di DI Yogyakarta tinggi, kemudian rata rata usia menikah perempuan di DI Yogyakarta sudah di atas 22 tahun. Namun ia juga terus mengingatkan agar perempuan juga tidak terlalu tua saat melahirkan. “Perempuan itu usia suburnya setelah umur 35 sudah decline turun. Telur perempuan kalau sudah 38 tahun itu sudah tinggal 10 persen, ya hati hati,” tambahnya.
Bonus demografi di Indonesia kata dia juga menutup lebih cepat. Negara sebenarnya mendapatkan kesempatan kaya dan pendapatan perkapita masyarakat bisa naik cepat pada periode bonus demografi. Tahun 2035 Indonesia harus berhati hati karena lansia sudah jauh lebih banyak dibandingkan jumlah anak anaknya. Sementara di tahun 2035 umumnya lansia berpendidikan dan memiliki ekonomi rendah. Menurut Hasto, beratnya menaikkan pendapatan perkapita karena yang bekerja sedikit. “Kalau seandainya sekarang angka stuntingnya sudah tinggi, kemudian kualitasnya nggak bagus, terus jumlahnya sedikit, waduh berat sekali menyangga beban,” tutupnya.
Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.